ads

Breaking News
Loading...
Senin, 28 Juni 2021

Sejarah PGRI

DANNY PRASETYO
202043579113 / S4N


PENGANTAR PGRI

(What)Pengertian PGRI

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) adalah tempat berkumpulnya guru dan tenaga kependidikan untuk senantiasa bekerja sama dalam mencerdaskan putra-putri bangsa. Kehadiran PGRI diharapkan mampu memberikan bantuan pada guru-guru dalam memperdalam kembali profesinya.

(Why)Tujuan PGRI

Adapun tujuan dari PGRI adalah sebagai berikut.

1. Mewujudkan cita-cita Proklamasi NKRI, mempertahankan, mengamankan, serta mengamalkan pancasila dan UUD 1945

2. Berpartisipasi secara aktif untuk mencerdaskan bangsa dan membentuk manusia Indonesia seutuhnya sebagai bagian pencapaian tujuan nasional

3. Mengembangkan sistem pelaksanaan pendidikan nasional

4. Meningkatkan mutu dan kualitas guru, melalui peningkatan profesi serta mempertinggi kesadaran dan sikap guru

5. Meningkatkan kesejahteraan anggota dan kesetiakawanan organisasi untuk menjaga, memelihara, membela serta meningkatkan harkat dan martabat guru

(When and Where)Sejarah PGRI

Organisasi ini diawali dari terbentuknya Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) pada tahun 1912. Eksistensi nama PGHB tidak berlangsung lama karena pada tahun 1932 PGHB berubah nama menjadi PGI (Persatuan Guru Indonesia). 

Saat Jepang berkuasa pada tahun 1942, semua organisasi dilarang beroperasi dan semua sekolah harus ditutup. Hal itu menyebabkan PGI harus vakum untuk sementara waktu.

Kebangkitan kembali PGI dimulai saat proklamasi kemerdekaan RI pada tahun 1945. Untuk menjiwai semangat proklamsi, diadakanlah Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24 – 25 November 1945. Kongres itu dilakukan di Solo pada 24-25 November 1945.

Kongres ini berhasil menyatukan semua guru dari berbagai latar belakang, suku, ras, daerah, maupun politik. Pasca 100 hari setelah proklamasi kemerdekaan, tepatnya pada tanggal 25 November 1945 dibentuklah PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia). Sejak saat itu semua guru di Indonesia bersatu dalam wadah bernama PGRI.

(Who)Anggota dan Pengurus PGRI

Pengurus PGRI

·         Ketua Umum : Dr. Ufifah Rosyidi, M. Pd

·         Ketua-Ketua :

o   Prof. Dr. Supardi Uki Sajiman, MM., M.Pd

o   Dra. Dian Mahsunah, M.Pd

o   Drs. Huzaifa Dadang Ag, M.Si

o   Irman Yasin Limpo, SH

o   Dr. H. Sukirman, M.Pd., M.Si., MM

o   Drs. Djoko Adi Walujo, ST., MM., BDA

o   Dudung Koswara, S.Pd., M.Pd

·         Sekretaris Jenderal : Drs. H. M. Ali. H. Arahim., M.Pd

·         Wakil Sekretaris Jenderal : Dr. Fathiaty Murtadho, M.Pd

·         Wakil Sekretaris Jenderal : Dr. Jejen Musfah, MA

·         Wakil Sekretaris Jenderal : Dr. H. Muhir Subagia, MM

·         Wakil Sekretaris Jenderal : Dusung Abdul Qodir, S.Pd., M.Pd

·         Bendahara : Dr. H. Basyaruddin Thayib, M.Pd

·         Wakil Bendahara : Drs. Samidi, MM

(How)Kedaulatan dan wewenang serta Tupoksi PGRI

Pada tahun 2004, Presiden RI menyatakan guru sebagai sebuah profesi. Pada tahun 2005, terbitlah Undang-Undang No. 14 tentang Guru dan Dosen. Sesuai amanat dalam UU tersebut, PGRI sebagai organisasi profesi guru memiliki kewenangan (Pasal 42) , yaitu:

1. Menetapkan dan menegakkan kode etik guru;

2. Memberikan bantuan hukum kepada guru;

3. Memberikan perlindungan profesi guru;

4. Melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru,

5. Memajukan pendidikan nasional.

 

PGRI mempunyai tugas:

a. meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa

b. membela, mempertahankan, mengamankan, dan mengamalkan Pancasila.

c. mempertahankan dan melestarikan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

d. meningkatkan integritas bangsa dan menjaga tetap terjamin serta terpeliharanya keutuhan kesatuan dan persatuan bangsa.

e. membina Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis PGRI yang secara sukarela menyatakan diri bergabung dengan PGRI.

f. mempersatukan semua guru dan tenaga kependidikan di semua jenis, jenjang, dan jalur pendidikan guna meningkatkan pengabdian dan peran serta di dalam pembangunan nasional.

g. menyiapkan dan melaksanakan sertifikasi guru bersama pemerintah dan perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan;

h. mengadakan hubungan kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan, organisasi yang bergerak di bidang pendidikan, dan organisasi kemasyarakatan umumnya dalam rangka peningkatan mutu pendidikan dan kebudayaan.

i. membina, mengembangkan, dan memelihara kebudayaan daerah dalam rangka memperkaya kebudayaan nasional. 


PGRI mempunyai fungsi:

a. memajukan profesi guru, dosen, dan tenaga kependidikan,

b. meningkatkan kompetensi guru, dosen, dan tenaga kependidikan,

c. meningkatkan karier guru, dosen, dan tenaga kependidikan,

d. meningkatkan wawasan kependidikan guru, dosen, dan tenaga kependidikan,

e. melaksanakan perlindungan profesi guru, dosen, dan tenaga kependidikan,

f. meningkatkan kesejahteraan guru, dosen, dan tenaga kependidikan, dan

g. melaksanakan pengabdian kepada masyarakat.

 

PGRI mempunyai kewenangan:

a. menetapkan dan menegakkan kode etik guru;

b. memberikan bantuan hukum kepada guru, dosen, dan tenaga kependidikan;

c. memberikan perlindungan profesi guru, dosen, dan tenaga kependidikan;

d. melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru, dosen, dan tenaga kependidikan;

e. melaksanakan sertifikasi guru bersama pemerintah dan perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan;

f. memajukan pendidikan nasional.

 

Sejarah Perjuangan PGRI

1. Gerakan Guru Pada Masa Perjuangan Kemerdekaan

Sejarah Guru Indonesia berkaitan erat dengan organisasi guru yang terus berkembang. Pada mulanya organisasi guru sebelum kemerdekaan Indonesia terjadi, bernama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB). Organisasi perjuangan guru-guru pribumi pada zaman Belanda ini berdiri tahun 1912. Lambat laun melalui proses dan semangat perjuangan kemerdekaan, nama organisasi Guru diganti menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun 1932. Perubahan nama organisasi Guru dengan penegasan “Indonesia” tentu tidak menyenangkan pihak Belanda. Pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas. 

2. Lahirnya PGRI

Setelah proklamasi Kemerdekaan Indonesia dideklarasikan, para guru Indonesia kemudian membangun kembali semangat dan persatuan Guru di Indonesia. Hasilnya adalah terlaksananya Kongres Guru Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 24 – 25 November 1945 di Surakarta. Kongres ini menyepakati bahwa segala organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama, dan suku, sepakat dihapuskan. Pada Kongres ini nama organisasi Persatuan Guru Indonesia (PGI) berubah nama untuk yang ketigakalinya menjadi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

PGRI lahir pada 25 November 1945. Ketika itu, lebih dari 90% orang Indonesia tidak bisa baca tulis. Para guru turun tangan berantas buta huruf. Mereka adalah guru-guru yang aktif mengajar, pensiunan yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan Republik Indonesia yang baru dibentuk. Mereka bersatu untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3.  PGRI Pada Masa Perang Kemerdekaan


PGRI adalah “Kedaulatan Rakyat”dengan tujuan seperti disebutkan terdahulu. Dilihat dari tujuannya, sangat jelas bahwa cita – cita PGRI sejalan dengan cita – cita bangsa Indonesia secara keseluruhan. 

Agar perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah Bangsa Belanda lebih terorganisasi pemerintah pusat pada tanggal 5 Oktober 1945 TKR untuk melindungi keamanan Rakyat dari provokasi dan Agresi Belanda konferensinya tgl. 12 November 1945 Panglima Besarnya Kolonel Soedirman dengan Pangkat Jendral.

Kongres II PGRI di Surakarta 21-23 November 1946

Melalui kongres ini PGRI mengajukan tuntutan kepada pemerintah:

1. Sistem pendidikan selekasnya didasarkan pada kepentingan nasional.

2. Gaji guru supaya tidak dihentikan.

3. Diadakan undang-undang pokok pendidikan dan undang-undang pokok perburuhan.

Kongres III PGRI di Madiun 27-29 Februari 1948

Kongkres yang diadakan dalam keadaan darurat ini memutuskan bahwa untuk meningkatkan efektivitas organisasi, ditempuh jalan dengan memekarkan cabang-cabang yang tadinya keresidenan memiliki satu cabang menjadi cabang lebih kecil tetapi dengan jumlah sedikitnya 100 orang diharapkan yang lebih kecil itu dapat lebih aktif.

Cita-cita besar PGRI tercapai baik dibidang pendidikan maupun dibidang pemburuhan. Nama PGRI tidak asing lagi, termasuk diluar negeri. Dibuktikan adanya undangan dari NEA, juga undangan dari WCOTP untuk menghadiri kongkres II yang diadakan oada bulan Juli 1984 di London.

4. PGRI Pada Masa Demokrasi Liberal

Kongres IV PGRI di Yogyakarta 26-28 Februari 1950

Presiden RI memuji PGRI yang menurut pendapatnya tidakbisa lain dari pada pencerminan semangat juang para guru sebagai pendidik rakyat dan bangsa. Oleh karena itu, Presiden RI menganjurkan untuk mempertahankannama,bentuk,maksud,tujuan,dan cita – cita PGRI sesuai dengan kehendak dan tekad para pendirinya.

 

Kongres IV PGRI dihadiri beberapa utusan dari luar-luar “daerah Renville”, yaitu: Sukabumi, Cianjur, Tasikmalaya, bahkan dari Sumatra, yaitu: Sigli, Bukit tinggi, dan Lampung. Pengurus pusat SGI di Bandung datang pada kongkres IV di Yogyakarta untuk secara resmi menggabungkan diri kedalam PGRI dengan menyerahkan 38 cabang. Delegasi SGI terdiri atas, Jaman Soejanaprawira, Djoesar Kartasubrata, M.Husein, Wirasoepena, Omo Adimiharja, Sukarna Prawira, dan Anwar Sanusi. RIS diakui oleh Belanda pada tanggal 27 Desember 1949.

Kembalinya kongres IV PB PGRI berada di Jakarta segera berkantor diruangan SMA Negeri 1 Jakarta di Jln. Budi Utomo. Pada akhir February 1950 sebanyak 30 cabang SGI diseluruh Negara menyatakan memisahkan diri dari SGI kemudian masuk PGRI. Yaman Soejanaprawira (KPI Jawatan PP dan K), M.Husein dkk berjasa sekali. Pada tahun 1950 pemerintah RI mengeluarkan PP No. 16/1950, sangat menguntungkan para guru, namun pelaksanaan penyesuaian gaji ternyata disana-sini berjalan serat. Kegembiraan menyambut keluarnya PP 16/1950 segera berbalik menjadi kekesalan dan keresahan, terutama dikalangan guru di Jawa Barat. Guru-guru diJawa Barat mengancam untuk mengadakan pemogokan, menurut rencana dimulai pada 12 Juni 1950 pukul 10.00 pagi. Usaha ini berhasil, akhirnya disetujui pemerintah. Hal ini mengokohkan wibawa PGRI dibuktikan dengan lancarnya PP No. 32/1950 tentang penghargaan kepada pelajar pejuang.

Kongres V PGRI di Bandung 19-24 Desember 1950

Acara pun lebih bervariasi karena dalam kongres ini bicarakan suatu masalah yang prinsipil dan faundamental bagi kehidupan dan perkembangan PGRI selanhutnya, yaitu asas organisasi ini : apakah akan memilih sosialisme keadilan sosial atau pancasila akhirnya pancasila menjadi asas organisasi

Kongres V merupakan “Kongres Persatuan”. Kongres dihadiri oleh perwakilan luar negeri yang ada diJakarta. Rapat diadakan dipusat kebudayaan Jln. Naripan, kongres ini membicarakan suatu masalah yang prinsipil dan fundamental bagi kehidupan dan perkembangan PGRI yaitu asas organisasi akankah memilih sosialisme keadilan sosial ataukah pancasila. Akhirnya, pancasila diterima sebagai asas organisasi. Sejak kongres V mulai nyata daerah dibentuk beserta susunan pengurusnya konferda mulai dilaksanakan. Mulanya konferda dilaksanakan di Cirebon, Solo, Jember pada Maret 1951, selanjutnya konferda meluas ke pulau lainnya, tanggal 27 Februari 1952 di Makassar dan 20 maret 1952 di Banjarmasin. Hasil nyata dari konsolidasi ialah masuknya 47 cabang di Sulawesi dan Kalimantan kedalam barisan PGRI.

 

Kongres VI PGRI di Malang 24-30 November 1952

Kongres menyepakati beberapa keputusan panting. Dalam bidang organisasi, menetapakan asas PGRI ialah keadilan social dan dasarnya ialah demokrasi, PGRI tetap dalam GSBI. Dalam bidang pemburuhan memperjuangkan kendaraan bagi pemilik sekolah, intruktur penjas, dan pendidikan masyarakat. Dalam bidang pendidikan:

1. System pengajaran diselaraskan dengan kebutuhan Negara pada masa pembangunan.

2. KPKPKB dihapuskan pada akhir tahun pelajaran.

3. KPKB ditiadakan diubah menjadi SR 6 th

4. Kursus B-I/B-II untuk pengadaan guru SLTP dan SLTA diatur sebaik-baiknya.

5. Diadakan Hari Pendidikan Nasional.

 

Kongres VII PGRI di Semarang 24 November s/d 1 Desember 1954

 

Bidang Umum : Pernyataan mengenai Irian Barat, pernyataan mengenai korupsi, resolusi mengenai desentralisasi sekolah, resolusi mengenai pemakaian keuangan oleh kementrian PP dan K, dan resolusi mengenai penyempurnaan cara kerja kementrian PP dan K.

 

Bidang Pendidikan : Resolusi mengenai anggaran belanja PP dan K yang harus mencapai 25% dari seluruh anggaran belanja Negara, resolusi mengenai UU sekolah rakyat dan UU kewajiban belanja, resolusimengenai film, gambar, tektur, serta radio dan pembentukan dewan bahasa nasional.


Bidang Pemburuhan : UU pokok kepegawaian, peleksanan peraturan gaji, pegawai baru, tunjangan khusus bagi pegawai yang tugas di daerah yang tidak aman, ongkos perjalanan cuti besar, Guru SR dinyatakan sebagai pegawai negri tetap, dan penyelesaian kepegawaian.

Bidang Organisasi : Pernyataan PGRI untuk keluar dari GBSI dan menyatakan diri sebagai organisasi “Non-Vaksentral”.

Kongres VIII PGRI di Bandung 1956

Kongres dihadiri hampir seluruh cabang PGRI di Indonesia. Suasana kongres mulanya meriah,tetapi waktu diadakan pemilihan ketua umum keadaan menjadi tegang. Pihak Soebandri menambah kartu palsu. Sehingga pemilihan terpaksa dibatalkan. Otak pemalsuan Hermanu Adi seorang tokoh PKI Jatim, yang menjabat ketua II PGRI. Walaupun M.E Subiadinata dihalangi secara curang akhirnya ia terpilih menjadi ketua Umum mengantikan Sudjono. Ketua II PGRI digantikan M.Husein

Pokok-pokok bahasan:

1. Pendidikan sebagai pewaris nilai budaya

2. Perlu adanya Indonesianisasi

3. Aspek kebudayaan agar dilegalisasikan dalam UUD


Masalah cukup serius mendapatkan perhatian diantaranya tentang:


1. Dimasukannya pencak silat dalam pendidikan jasmani

2. Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah dalam dunia pendidikan dan masyarakat

3. Uang alat/perlengkapan sekolah dan pakaian belajar

 

5.    PGRI Pada Masa Demokrasi Terpimpin

Periode tahun 1962-1965 merupakan episode yang sangat pahit bagi PGRI. Dalam masa ini terjadi perpecahan dalam tubuh PGRI yang lebih hebat dibandingkan dengan pada periode sebelumnya. Penyebab perpecahan itu bukan demi kepentingan guruatau peropesi guru,melainkan karena ambisi politik dari luar dengan dalih”machsovorming en machsaanwending”(pembentukan kekuatan dan panggunaan kekuatan).


Ternyata goldfried termasuk salah seorang penandatanganan “surat selebaran fitnah”,sehingga timbul protes dari siding pleno, sehingga Goldfied akhirnya dikeluarkan dari panitia.

 

Pemecatan Massal Pejabat Departemen P&K (1964)

Pidato inangrasi Dr.Busono wiwoho pada rapat pertama Majelis Pendidikan Nasional (Mapenas)dalam kependudukannya sebagai salah seorang wakil ketua, menyarankan agar PancawarDhana diisi dengan moral “panca cinta”.sistem pendidikan pancawardhana dilandasi dengan prinsip-prinsip:

 

1. Perkembangan cinta bangsa dan cinta tanah air,moral nasional / internasional/ke agamaan ,

2. Perkembangan kecerdasan,

3. Perkembangan emosional – artistrik atau rasa keharuan dan keindahan lahir batin

4. Perkembangan keprigelan atau kekerajinan tangan dan,

5. Perkembangan jasmani.

 

Moral panca cinta meliputi:


1. Cinta nusa dan bangsa

2. Cinta ilmu pengetahuan

3. Cinta kerja dan rakyat yang bekerja

4. Cinta perdmaian dn persahabatan antar bangsa-bangsa

5. Cinta orang tua

 

6. PGRI Sejak Lahirnya Orba

Tugas Utama KAGI adalah

  • Membersihkan dunia pendidikan Indonesia dari unsur PKI dan orde lama.
  • menyatukan semua guru di dalam organisasi guru yaitu PGRI
  • memperjuangkan agar PGRI menjadi organsasi guru yang tidak hanya bersifat unitaristik tetapi juga independen dan non partai politik.

Bukti keberasilan kekuatan orde baru dalam kongres ini terlihat dari hasil” kongres di bidang unsure atau politik atau PB PGRI masa bakti XI adapun hasil” kongres XI adalah

1. Menjunjung tinggi HAM

2. PGRI diwakili secara resmi dalam DPRGR atau MPRS

3. Frontnasional di bubarkan

4. PGRI ditegaskan kembali sebagai organisasi yang bersifat unitarian, independen dan non partai politik

5. DLL. 

Selanjutnya, hasil XI PGRI di bidang organisasi :

  • Intesifikasi penerangan tentang kegiatan organisasi melalui pers, Radio, TV dan Majalah Suara Guru.
  • Pendidikan kader organisasi secara teratur dan terencana
  • PGRI menjadi anggota WCOTP
  •  Dll

  • 7. PGRI pada masa Reformasi

    Guru Era Reformasi Ditandai Dengan Runtuhnya Rezim Orde Baru

    Era reformasi ditandai dengan runtuhnya sebuah rezim orde baru yang otoriter. Setelah orde baru tumbang maka perubahan menjadi pilihan pembangunan bangsa. Era perubahan itulah yang dikenal era reformasi. Perjuangan PGRI pada masa reformasi ini meliputi bidang keorganisasian, kesejehteraan, ketenagakerjaan, perundang-undangan, reformasi pendidikan nasional serta kemitraan nasional dan interbasional. Dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan pendidikan nasional, PB, PGRI ikut berperan serta secara aktif dengan memberikan masukan pada pemerintah agar berbagai agenda reformasi yang sedang dan akan dilaksanakan dapat terwujud dengan tepat sasaran.

    8. PGRI dan Guru Masa Kini

    Membangun sekolah yang berkinerja tinggi merupakan tantang nyata yang harus  dihadapi  oleh  semua  warga  sekolah.  Kepala  sekolah,  guru,  tenaga kependidikan, tenaga  administrasi, komite sekolah, termasuk siswa dituntut bahu membahu  menjawab  tantangan  tersebut. Sekolah  tidak  bisa  optimal  berkinerja tanpa  semua  pihak  saling  berkerja  sama  serta  saling  menunjang  dalam  semangat kebersamaan dan kesejawatan. Menterjemahkan sekolah yang berkinerja tinggi selalu akan bersinggungan dengan terjemahan sekolah efektif. Scheerens (1992) memandang sekolah efektif dalam  dua  sisi,  yaitu  dari  sisi  sudut  pandang  ekonomi dan  teori organisasi.

    Sekolah berkinerja tinggi adalah sekolah yang mampu menghasilkan keluaran berupa:

    a. Proses pembelajaran yang efektif

    b. Siswa dan  guru  yang  berprestasi  tinggi  baik  akademik  maupun  non akademik

    c. Tingkat kehadiran warga sekolah tinggi

    d. Pelayanan akademik  dan  administratif  yang  optimal  pada  semua  warga sekolah

    e. Iklim dan budaya sekolah yang positif dan dinamis

    f. Etos kerja warga sekolah yang tinggi

    g. learning organization

    h. Hubungan antar pribadi yang harmonis

    i. Tata kelola sekolah yang baik

    j. Permasalahan Guru

     

    Saat  ini,  setidaknya  ada  7  (tujuh)  masalah  pokok  yang  dihadapi  guru  di Indonesia, yaitu :

    1. Permasalahan distribusi  guru (kesenjangan antara sebaran guru di daerah perkotaan dengan di       daerah perdesaan).

    2. Ketidaksesuaian (missmatch) bidang  keilmuan  dengan  bidang  kerja.

    3. Kualifikasi pendidikan (Standar  tenaga pendidik yang telah ditetapkan pemerintah masih belum       bisa  dicapai sepenuhnya).

    4. Kompetensi dan karir guru.

    5. Sertifikasi (Belum semua  guru  di  Indonesia  memiliki  sertifikat  guru).

    6. Peningkatan keprofesian  berkelanjutan  (PKB) (Upaya  pengembangan  diri  guru  yang masih   belum  optimal).

    7. Rekrutmen guru (Rendahnya kualitas  calon  guru  dan sistem  rekrutmen  yang  tidak efektif  dan   bermutu  rendah ).

     

    JATI DIRI PGRI

    1. PENGERTIAN JATI DIRI

    Jati diri PGRI  yang tertera dalam Bab lll pasal 3 PGRI, adalah organisasi profesi, perjuangan dan ketenaga kerjaan,akan  diganti menjadi PGRI  organisasi profesi dengan tetap merawat semangat perjuangan para pendiri PGRI untuk menegakan, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan NKRI serta menolong anggota nya yang mengalami kesusahan berdasarkan semangat solidaritas dan kesetiakawanan organisasi. 

    Demikian gagasan dan konsep  yang disampaikan team pengkajian  AD/ART PGRI  tahun 2017.

    Jatidiri pada hakekatnya adalah landasan filosofis yang menjadi norma dalam pola pikir, sikap perbuatan dan tindakan yang bersifat mengikat dan ditaati oleh para anggotanya. Jatidiri PGRI adalah perwujudan dari sifat-sifat yang khas PGRI yang tampak dalam nilai-nilai, pola pikir, sikap perbuatan, tindakan, perjuangan dan profesionalisasi yang di dasarkan pada falsafah negara Pancasila dan UUD 1945, serta jiwa, Semangat dan Nilai-nilai 1945.

    2. DASAR JATI DIRI PGRI

    Bab lll pasal 3 PGRI


    3. CIRI – CIRI JATI DIRI PGRI

    Jati diri PGRI memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

    Nasionalisme

    Agenda tabur bunga Dalam rangka HUT PGRI yang ke-74, di makan pahlawan Palembang

    Nasionalisme adalah kesadaran suatu warga Negara yang secara profesional atau aktual bersama–sama mencapai, mempertahankan dan mengabdikan identitas, intergritas kemakmuran dan kekuatan bangsa secara mandiri. Dalam hal ini PGRI mengutamakan persatuan dan kesatuan sebagai modal dasar dengan memupuk sikap dan sifat patriotisme sebagai jiwa dan semangat PGRI dalam melaksanakan misinya. Indonesia yang merupakan  Negara kepulauan dengan berbagai macam suku bangsa, bahasa daerah, budaya dan dapat istiadat perlu mewujudkan persatuan dan kesatuan. Sikap ini harus diawali dari kehidupan sehari –hari di rumah, dalam pergaulan, di sekolah. Hal itu akan terwujud jika diantara kita saling mengenal, memahami, saling menghormati dan saling menghargai.

    Paham demokrasi

    Presiden Joko Widodo membuka Kongres XXII PGRI ahun 2019

    Demokrasi  didasarkan bahwa semua manusia pada prinsip kedaulatan rakyat yang mengandung pengertian bahwa semua manusia pada dasarnya memiliki kebebasan dan hak serta kewajiban yang sama. Kesamaan hak dan mengeluarkan pendapat telah dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti gotong-royong, dalam organisasi masyarakat dan dalam organisasi sekolahan.

    Setiap anggota PGRI mempunyai hak bicara (menyampaikan pendapat, ide, gagasan, kritik atau masukan), hak suara (menyuarakan sesuatu dalam proses pengambilan keputusan), hak memilih (menentukan atau menetapkan suatu pilihan agar menjadi pengurus atau anggota), hak dipilih (mendapatkan kepercayaan, kewenangan untuk menjadi pengurus atau anggota), hak membela diri, hak untuk memperjuangkan peningkatan harkat dan martabatnya (setiap anggota diperlukan dan diperlakukan sesuai dengan PGRI sehingga jati diri mereka diayomi dan tidak boleh diperlakukan sebagai diskriminasi dan tidak sesuai dengan hukum), dan hak untuk memperoleh pembelaan dan perlindungan hukum (dapat menyanggah, menolak atau sebagainya untuk membela diri dan juga berhak untuk mendapat perlindungan hukum), serta tata cara penggunaan dan pelaksanaan hak anggota diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

    Kemitraan

    Kata “mitra” mempunyai arti teman, sahabat atau kawan kerja. Menjalin kemitraan berarti menjalin persahabatan. Seseorang yang menjalin persahabatan dengan orang lain diharapkan memperoleh kebahagiaan dan keuntungan bagi kedua belah pihak. PGRI sebagai organisasi pejuang pendidik dan pendidik pejuang selalu berusaha menjalin dan mengembangkan kemitraan dalam bentuk kerjasama nasional maupun internasional. Kesemuanya itu dimaksudkan untuk membela hak dan nasib pekerja pada umumnya dan guru pada khususnya.

    Unitarisme

    Pengertian “ unitarisme” mengandung arti suatu ajaran atau paham yang menginginkan suatu bentuk kesatuan (misalnya Negara kesatuan). Sedang pengertian ciri unitarisme dalam organisasi PGRI ialah semua guru dapat menjadi anggota dengan tidak membedakan latar belakang, tingkat dan jenis kelamin, status, asal-usul serta adat istiadat. Sikap dan perilaku yang unitaristik ditandai dengan sikap yang toleran, sabar dan penuh pengertian. Sangat tidak terpuji sebagai siswa lembaga PGRI, apabila disekolah ada berbagai kelompok yang  menonjolkan adanya perbedaan yang didasarkan pada agama, ras, suku dan social ekonomi.

     Profesionalisme

    Kata “Profesionalisme” diturunkan dari kata “professional” yang berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaan yang dilandasi pendidikan seseorang dikatakan professional apabila ia telah mendapatkan pendidikan dan kepandaian khusus untuk menjalankan pekerjaannya. Ciri profesioanlisme artinya PGRI mengutamakan karya dan kemampuan profesionalisme. PGRI mewajibkan siswa belajar sungguh – sungguh sesuai dengan bakat minat dan cita – citanya, agar memperoleh suatu keahlian atau dalam mengerjakan sesuatu.

    Kekeluargaan

    Hubungan sosial dalam bentuk kekeluargaan sangat dikenal di Indonesia. Sikap kekeluargaan ditunjukkan dalam sikap dan perilaku keseharian. Sikap gotong – royong, ramah, tenggang rasa, saling membantu dan rasa senasib dan sepenanggungan dapat dilihat dalam kehidupan didesa. Dalam kekeluargaan akan tumbuh sikap saling asah, asuh, asih dan ajrih. Saling asah berarti saling membantu dalam memperoleh pengetahuan, saling asih berkaitan dengan kasih sayang sesama warga PGRI. Saling Asuh mempunyai makna saling mengingatkan apabila ada kesalahan. Ajrih berarti sikap segan atau hormat, sikap takut melanggar tata tertib atau peraturan, baik yang diatur oleh manusia maupun yang diatur dalam agama.

    Kemandirian

    Organisasi PGRI memiliki ciri kemandirian, artinya bahwa dalam melaksanakan sesuatu tidak sepenuhnya  bergantung pada pihak lain, PGRI bertumpu pada kepercayaan, kemampuan diri sendiri, tanpa ketertarikan dan ketergantungan pada pihak lain. Dalam era globalisasi dengan pesatnya kemajuan teknologi dan informasi sangat memerlukan  kemandirian dan kerja sama antar bangsa. Seseorang memiliki kemandirian apabila mempunyai kemampuan, percaya diri serta keberanin untuk berbuat dan bertindak untuk mencapai kemajuan. Kemandirian yang harus dimiliki siswa lembaga pendidikan PGRI, adalah berrbekal pengadaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemampuan berinteraksi dengan orang lain.

    Non Partai

    Ciri non partai artinya bahwa PGRI tidak mempunyai hubungan organisasi dengan sosial politik namapun sebagai organisasi. PGRI tidak menganut suatu paham politik tertentu, tidak menjadi bagian dari partai dari politik apapun dan tidak melakukan kegiatan-kegiatan politik praktik seperti yang dilakukan oleh partai politik. Hakekat dan ciri non partai politik adalah kemandirian yang berarti memiliki kemampuan diri. Di sekolah ciri non partai ini harus dapat ditunjukkan dalam wawasan wiyata mandala. Arti kata “ wawasan” berarti pandangan, “ wiyata” berarti pengajaran. Jadi wawasan wiyata mandala adalah suatu pandangan bahwa sekolah adalah lingkungan belajar mengajar, yang terlepas dari pengaruh apapun yang dapat mengganggu proses belajar mengajar tersebut. Kewajiban PGRI harus dapat menciptakan wawasan wiyata mandala di sekolah. Untuk menciptakannya, harus menjaga pengaruh=pengaruh dari luar yang dapat mengganggu proses belajar mengajar. Misalnya pengaruh untuk ikut serta berpolitik praktis.

     

    Jiwa, Semangat dan Nilai-nilai 1945

    Jiwa, Semangat dan Nilai-nilai 1945 itu adalah upaya PGRI dalam menegakkan dan melestarikan semangat perjuangan kemerdekaan 1945 sebagai jiwa kejuangan bangsa kepada generasi penerus. Semangat para pejuang dan pendiri bangsa selalu disertai dengan semangat rela berkorban, pantang mundur, dan pengabdian kepada bangsa Indonesia tanpa pamrih. Rela berkorban bukan berarti mengorbankan diri dengan sia -sia, tetapi berkorban dalam membela keadilan dan kebenaran. Rela berkorban harus disertai keikhlasan dan kejujuran. Sikap pantang mundur memberi makna tidak mudah putus asa. Warga PGRI harus terus belajar. Kegagalan merupakan awal keberhasilan. Belajar dan bekerja merupakan motto lembaga pendidikan PGRI. Sifat pengabdian kepada bangsa pernyataan sikap seluruh rakyat sebagai bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Membela bangsa Indonesia perlu ditumbuhkembangkan.

    Kode Etik Guru Indonesia

    Adapun isinya adalah sebagai berikut.

    1.    Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang berpancasila.

    2.    Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing.

    3.    Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.

    4.    Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.

    5.    Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.

    6.    Guru secara pribadi dan secara bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.

    7.    Guru memelihara hubungan profesi semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan nasional.

    8.    Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi profesi guru sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.

    9.    Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah di bidang pendidikan.

     

    UU 20/2003 (Sisdiknas) dan UU Guru dan Dosen

    UU ini menjelaskan tentang pendidikan wajib yang beberapa prinsip, yakni pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa dengan satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan memiliki banyak makna. Selain itu  dalam penyelenggaraan juga harus dalam suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran melalui mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat  memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.


    PGRI dan Otonomi Daerah

    Di era otonomi daerah, PGRI belum eksis penuh dan menyikapi berbagai permasalahan dan tantangan sesuai dengan tuntutan otonomi daerah, belum mampu menjadi pelopor, teladan dalam mengembangkan jiwa, semangat dan nilai otonomi melalui kinerja organisasi serta melakukan adaptasi dalam aspek struktur, kultur, subtansi dan sumber daya manusia

     

    Pendidikan Profesi Guru

    Pendidikan profesi guru merupakan upaya pemerintah untuk membentuk guru profesional di bidangnya demi mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kehadiran PPG diharapkan mampu memfasilitasi Bapak/Ibu Guru agar menjadi tenaga pendidik yang berkompeten, memiliki penguasaan materi dan penyampaian yang baik, serta mampu mengajak para peserta didik untuk menjadi individu yang berilmu dan berakhlak.

    Program pendidikan profesi guru adalah program yang ditujukan bagi Bapak/Ibu Guru yang bergelar S1/D-IV. Kabar baiknya, peserta PPG tidak harus dari tenaga kependidikan atau bergelar S.Pd. Bagi Bapak/Ibu yang latar belakangnya bukan kependidikan, ternyata bisa mengikuti program ini. Gelar guru profesional yang diperoleh dari program ini akan ditunjukkan dalam bentuk sertifikat pendidik (serdik).

     

    DAFTAR PUSTAKA

    https://pgri-kabsampang.org/fungsi-dan-kewenangan-pgri/

    https://www.republika.co.id/berita/pis7w9282/sejarah-berdirinya-pgri

    https://www.quipper.com/id/blog/info-guru/pgri/

    http://pgri.or.id/susunan-personalia-pengurus-besar-pgri/

    http://pgri.or.id/wp-content/uploads/2020/12/ADART.pdf

    https://www.kompasiana.com/pewibowo_news/552a617ef17e61ac7ed623f1/pgri-dan-sejarah-perjuangan-guru

    http://fairuzelsaid.upy.ac.id/ke-pgri-an/jati-diri-pgri/

    https://www.quipper.com/id/blog/info-guru/kode-etik-guru/

    http://fairuzelsaid.upy.ac.id/ke-pgri-an/sejarah-pgri/

    https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-20-2003-sistem-pendidikan-nasional

     

    Next
    This is the most recent post.
    Posting Lama

    0 komentar:

    Posting Komentar

     
    Toggle Footer