DANNY PRASETYO
202043579113 / S4N
PENGANTAR PGRI
(What)Pengertian PGRI
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) adalah tempat berkumpulnya guru dan tenaga kependidikan untuk senantiasa bekerja sama dalam mencerdaskan putra-putri bangsa. Kehadiran PGRI diharapkan mampu memberikan bantuan pada guru-guru dalam memperdalam kembali profesinya.
Adapun tujuan dari PGRI adalah sebagai berikut.
1. Mewujudkan cita-cita Proklamasi NKRI, mempertahankan, mengamankan, serta mengamalkan pancasila dan UUD 1945
2. Berpartisipasi secara aktif untuk mencerdaskan bangsa dan membentuk manusia Indonesia seutuhnya sebagai bagian pencapaian tujuan nasional
3. Mengembangkan sistem pelaksanaan pendidikan nasional
4. Meningkatkan mutu dan kualitas guru, melalui peningkatan profesi serta mempertinggi kesadaran dan sikap guru
5. Meningkatkan kesejahteraan anggota dan kesetiakawanan organisasi untuk menjaga, memelihara, membela serta meningkatkan harkat dan martabat guru
(When and Where)Sejarah PGRI
Organisasi ini diawali dari terbentuknya Persatuan Guru Hindia
Belanda (PGHB) pada tahun 1912. Eksistensi nama PGHB tidak berlangsung lama
karena pada tahun 1932 PGHB berubah nama menjadi PGI (Persatuan Guru
Indonesia).
Saat Jepang berkuasa pada tahun 1942, semua organisasi dilarang
beroperasi dan semua sekolah harus ditutup. Hal itu menyebabkan PGI harus vakum
untuk sementara waktu.
Kebangkitan kembali PGI dimulai saat proklamasi kemerdekaan RI
pada tahun 1945. Untuk menjiwai semangat proklamsi, diadakanlah Kongres Guru
Indonesia pada tanggal 24 – 25 November 1945. Kongres itu dilakukan di Solo pada 24-25
November 1945.
Kongres ini berhasil menyatukan semua guru dari berbagai latar
belakang, suku, ras, daerah, maupun politik. Pasca 100 hari setelah proklamasi
kemerdekaan, tepatnya pada tanggal 25 November 1945 dibentuklah PGRI (Persatuan
Guru Republik Indonesia). Sejak saat itu semua guru di Indonesia bersatu dalam
wadah bernama PGRI.
(Who)Anggota dan Pengurus PGRI
Pengurus PGRI
·
Ketua Umum : Dr. Ufifah Rosyidi, M. Pd
·
Ketua-Ketua :
o
Prof. Dr. Supardi Uki Sajiman, MM., M.Pd
o
Dra. Dian Mahsunah, M.Pd
o
Drs. Huzaifa Dadang Ag, M.Si
o
Irman Yasin Limpo, SH
o
Dr. H. Sukirman, M.Pd., M.Si., MM
o
Drs. Djoko Adi Walujo, ST., MM., BDA
o
Dudung Koswara, S.Pd., M.Pd
·
Sekretaris Jenderal : Drs. H. M. Ali. H.
Arahim., M.Pd
·
Wakil Sekretaris Jenderal : Dr. Fathiaty
Murtadho, M.Pd
·
Wakil Sekretaris Jenderal : Dr. Jejen Musfah,
MA
·
Wakil Sekretaris Jenderal : Dr. H. Muhir
Subagia, MM
·
Wakil Sekretaris Jenderal : Dusung Abdul
Qodir, S.Pd., M.Pd
·
Bendahara : Dr. H. Basyaruddin Thayib, M.Pd
·
Wakil Bendahara : Drs. Samidi, MM
(How)Kedaulatan dan wewenang serta Tupoksi
PGRI
Pada
tahun 2004, Presiden RI menyatakan guru sebagai sebuah profesi. Pada tahun
2005, terbitlah Undang-Undang No. 14 tentang Guru dan Dosen. Sesuai amanat
dalam UU tersebut, PGRI sebagai organisasi profesi guru memiliki kewenangan
(Pasal 42) , yaitu:
1. Menetapkan dan menegakkan kode etik guru;
2. Memberikan bantuan hukum kepada guru;
3. Memberikan perlindungan profesi guru;
4. Melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru,
5. Memajukan pendidikan nasional.
PGRI mempunyai tugas:
a. meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
b. membela, mempertahankan, mengamankan, dan mengamalkan Pancasila.
c. mempertahankan dan melestarikan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d. meningkatkan integritas bangsa dan menjaga tetap terjamin serta terpeliharanya keutuhan kesatuan dan persatuan bangsa.
e. membina Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis PGRI yang secara sukarela menyatakan diri bergabung dengan PGRI.
f. mempersatukan semua guru dan tenaga kependidikan di semua jenis, jenjang, dan jalur pendidikan guna meningkatkan pengabdian dan peran serta di dalam pembangunan nasional.
g. menyiapkan dan melaksanakan sertifikasi guru bersama pemerintah dan perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan;
h. mengadakan hubungan kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan, organisasi yang bergerak di bidang pendidikan, dan organisasi kemasyarakatan umumnya dalam rangka peningkatan mutu pendidikan dan kebudayaan.
i. membina, mengembangkan, dan memelihara kebudayaan daerah dalam rangka memperkaya kebudayaan nasional.
PGRI mempunyai fungsi:
a. memajukan profesi guru, dosen, dan tenaga kependidikan,
b. meningkatkan kompetensi guru, dosen, dan tenaga kependidikan,
c. meningkatkan karier guru, dosen, dan tenaga kependidikan,
d. meningkatkan wawasan kependidikan guru, dosen, dan tenaga kependidikan,
e. melaksanakan perlindungan profesi guru, dosen, dan tenaga kependidikan,
f. meningkatkan kesejahteraan guru, dosen, dan tenaga kependidikan, dan
g. melaksanakan pengabdian kepada masyarakat.
PGRI mempunyai kewenangan:
a. menetapkan dan menegakkan kode etik guru;
b. memberikan bantuan hukum kepada guru, dosen, dan tenaga kependidikan;
c. memberikan perlindungan profesi guru, dosen, dan tenaga kependidikan;
d. melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru, dosen, dan tenaga kependidikan;
e. melaksanakan sertifikasi guru bersama pemerintah dan perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan;
f. memajukan pendidikan nasional.
Sejarah Perjuangan PGRI
1. Gerakan Guru Pada Masa Perjuangan Kemerdekaan
Sejarah Guru Indonesia berkaitan erat dengan organisasi guru yang terus berkembang. Pada mulanya organisasi guru sebelum kemerdekaan Indonesia terjadi, bernama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB). Organisasi perjuangan guru-guru pribumi pada zaman Belanda ini berdiri tahun 1912. Lambat laun melalui proses dan semangat perjuangan kemerdekaan, nama organisasi Guru diganti menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun 1932. Perubahan nama organisasi Guru dengan penegasan “Indonesia” tentu tidak menyenangkan pihak Belanda. Pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas.
2. Lahirnya PGRI
Setelah proklamasi Kemerdekaan Indonesia dideklarasikan, para guru
Indonesia kemudian membangun kembali semangat dan persatuan Guru di Indonesia.
Hasilnya adalah terlaksananya Kongres Guru Indonesia yang dilaksanakan pada
tanggal 24 – 25 November 1945 di Surakarta. Kongres ini menyepakati bahwa
segala organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan,
lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama, dan suku, sepakat
dihapuskan. Pada Kongres ini nama organisasi Persatuan Guru Indonesia (PGI)
berubah nama untuk yang ketigakalinya menjadi Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI).
PGRI lahir pada 25 November 1945. Ketika itu, lebih dari 90% orang Indonesia tidak bisa baca tulis. Para guru turun tangan berantas buta huruf. Mereka adalah guru-guru yang aktif mengajar, pensiunan yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan Republik Indonesia yang baru dibentuk. Mereka bersatu untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. PGRI Pada Masa Perang Kemerdekaan
PGRI adalah “Kedaulatan Rakyat”dengan tujuan seperti disebutkan terdahulu. Dilihat dari tujuannya, sangat jelas bahwa cita – cita PGRI sejalan dengan cita – cita bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Agar perjuangan bangsa Indonesia
melawan penjajah Bangsa Belanda lebih terorganisasi pemerintah pusat pada
tanggal 5 Oktober 1945 TKR untuk melindungi keamanan Rakyat dari provokasi dan
Agresi Belanda konferensinya tgl. 12 November 1945 Panglima Besarnya Kolonel
Soedirman dengan Pangkat Jendral.
Kongres II PGRI di Surakarta 21-23 November 1946
Melalui
kongres ini PGRI mengajukan tuntutan kepada pemerintah:
1. Sistem pendidikan selekasnya didasarkan pada kepentingan nasional.
2. Gaji guru supaya tidak dihentikan.
3. Diadakan undang-undang pokok pendidikan dan undang-undang pokok perburuhan.
Kongres III PGRI di
Madiun 27-29 Februari 1948
Kongkres yang
diadakan dalam keadaan darurat ini memutuskan bahwa untuk meningkatkan
efektivitas organisasi, ditempuh jalan dengan memekarkan cabang-cabang yang
tadinya keresidenan memiliki satu cabang menjadi cabang lebih kecil tetapi
dengan jumlah sedikitnya 100 orang diharapkan yang lebih kecil itu dapat lebih
aktif.
Cita-cita besar PGRI tercapai baik dibidang pendidikan maupun
dibidang pemburuhan. Nama PGRI tidak asing lagi, termasuk diluar negeri.
Dibuktikan adanya undangan dari NEA, juga undangan dari WCOTP untuk menghadiri
kongkres II yang diadakan oada bulan Juli 1984 di London.
4. PGRI Pada Masa Demokrasi Liberal
Kongres IV PGRI di
Yogyakarta 26-28 Februari 1950
Presiden RI memuji PGRI yang menurut pendapatnya tidakbisa lain
dari pada pencerminan semangat juang para guru sebagai pendidik rakyat dan
bangsa. Oleh karena itu, Presiden RI menganjurkan untuk
mempertahankannama,bentuk,maksud,tujuan,dan cita – cita PGRI sesuai dengan
kehendak dan tekad para pendirinya.
Kongres IV PGRI dihadiri beberapa utusan dari luar-luar “daerah
Renville”, yaitu: Sukabumi, Cianjur, Tasikmalaya, bahkan dari Sumatra, yaitu:
Sigli, Bukit tinggi, dan Lampung. Pengurus pusat SGI di Bandung datang pada
kongkres IV di Yogyakarta untuk secara resmi menggabungkan diri kedalam PGRI
dengan menyerahkan 38 cabang. Delegasi SGI terdiri atas, Jaman Soejanaprawira,
Djoesar Kartasubrata, M.Husein, Wirasoepena, Omo Adimiharja, Sukarna Prawira,
dan Anwar Sanusi. RIS diakui oleh Belanda pada tanggal 27 Desember 1949.
Kembalinya kongres IV PB PGRI berada di Jakarta segera berkantor
diruangan SMA Negeri 1 Jakarta di Jln. Budi Utomo. Pada akhir February 1950
sebanyak 30 cabang SGI diseluruh Negara menyatakan memisahkan diri dari SGI
kemudian masuk PGRI. Yaman Soejanaprawira (KPI Jawatan PP dan K), M.Husein dkk
berjasa sekali. Pada tahun 1950 pemerintah RI mengeluarkan PP No. 16/1950,
sangat menguntungkan para guru, namun pelaksanaan penyesuaian gaji ternyata
disana-sini berjalan serat. Kegembiraan menyambut keluarnya PP 16/1950 segera
berbalik menjadi kekesalan dan keresahan, terutama dikalangan guru di Jawa
Barat. Guru-guru diJawa Barat mengancam untuk mengadakan pemogokan, menurut
rencana dimulai pada 12 Juni 1950 pukul 10.00 pagi. Usaha ini berhasil, akhirnya
disetujui pemerintah. Hal ini mengokohkan wibawa PGRI dibuktikan dengan
lancarnya PP No. 32/1950 tentang penghargaan kepada pelajar pejuang.
Kongres V PGRI di
Bandung 19-24 Desember 1950
Acara pun lebih bervariasi karena dalam kongres ini bicarakan
suatu masalah yang prinsipil dan faundamental bagi kehidupan dan perkembangan
PGRI selanhutnya, yaitu asas organisasi ini : apakah akan memilih sosialisme
keadilan sosial atau pancasila akhirnya pancasila menjadi asas organisasi
Kongres V merupakan “Kongres Persatuan”. Kongres
dihadiri oleh perwakilan luar negeri yang ada diJakarta. Rapat diadakan dipusat
kebudayaan Jln. Naripan, kongres ini membicarakan suatu masalah yang prinsipil
dan fundamental bagi kehidupan dan perkembangan PGRI yaitu asas organisasi akankah
memilih sosialisme keadilan sosial ataukah pancasila. Akhirnya, pancasila
diterima sebagai asas organisasi. Sejak kongres V mulai nyata daerah dibentuk
beserta susunan pengurusnya konferda mulai dilaksanakan. Mulanya konferda
dilaksanakan di Cirebon, Solo, Jember pada Maret 1951, selanjutnya konferda
meluas ke pulau lainnya, tanggal 27 Februari 1952 di Makassar dan 20 maret 1952
di Banjarmasin. Hasil nyata dari konsolidasi ialah masuknya 47 cabang di
Sulawesi dan Kalimantan kedalam barisan PGRI.
Kongres VI PGRI di
Malang 24-30 November 1952
Kongres menyepakati
beberapa keputusan panting. Dalam bidang organisasi, menetapakan asas PGRI
ialah keadilan social dan dasarnya ialah demokrasi, PGRI tetap dalam GSBI.
Dalam bidang pemburuhan memperjuangkan kendaraan bagi pemilik sekolah,
intruktur penjas, dan pendidikan masyarakat. Dalam bidang pendidikan:
1. System pengajaran diselaraskan
dengan kebutuhan Negara pada masa pembangunan.
2. KPKPKB dihapuskan pada akhir
tahun pelajaran.
3. KPKB ditiadakan diubah menjadi
SR 6 th
4. Kursus B-I/B-II untuk pengadaan
guru SLTP dan SLTA diatur sebaik-baiknya.
5. Diadakan Hari Pendidikan
Nasional.
Kongres VII PGRI di Semarang 24 November s/d 1 Desember 1954
Bidang Umum : Pernyataan mengenai Irian Barat, pernyataan
mengenai korupsi, resolusi mengenai desentralisasi sekolah, resolusi mengenai
pemakaian keuangan oleh kementrian PP dan K, dan resolusi mengenai
penyempurnaan cara kerja kementrian PP dan K.
Bidang Pendidikan : Resolusi mengenai anggaran belanja PP dan K
yang harus mencapai 25% dari seluruh anggaran belanja Negara, resolusi mengenai
UU sekolah rakyat dan UU kewajiban belanja, resolusimengenai film, gambar,
tektur, serta radio dan pembentukan dewan bahasa nasional.
Bidang Pemburuhan : UU pokok kepegawaian, peleksanan peraturan
gaji, pegawai baru, tunjangan khusus bagi pegawai yang tugas di daerah yang
tidak aman, ongkos perjalanan cuti besar, Guru SR dinyatakan sebagai pegawai
negri tetap, dan penyelesaian kepegawaian.
Bidang Organisasi : Pernyataan PGRI untuk keluar dari GBSI dan
menyatakan diri sebagai organisasi “Non-Vaksentral”.
Kongres VIII PGRI di
Bandung 1956
Kongres dihadiri hampir seluruh cabang PGRI di Indonesia. Suasana kongres mulanya meriah,tetapi waktu diadakan pemilihan ketua umum keadaan menjadi tegang. Pihak Soebandri menambah kartu palsu. Sehingga pemilihan terpaksa dibatalkan. Otak pemalsuan Hermanu Adi seorang tokoh PKI Jatim, yang menjabat ketua II PGRI. Walaupun M.E Subiadinata dihalangi secara curang akhirnya ia terpilih menjadi ketua Umum mengantikan Sudjono. Ketua II PGRI digantikan M.Husein
Pokok-pokok bahasan:
1. Pendidikan sebagai pewaris nilai
budaya
2. Perlu adanya Indonesianisasi
3. Aspek kebudayaan agar
dilegalisasikan dalam UUD
Masalah cukup serius
mendapatkan perhatian diantaranya tentang:
1. Dimasukannya pencak silat dalam
pendidikan jasmani
2. Bahasa Indonesia dan Bahasa
Daerah dalam dunia pendidikan dan masyarakat
3. Uang alat/perlengkapan sekolah
dan pakaian belajar
5.
PGRI Pada Masa Demokrasi Terpimpin
Periode tahun 1962-1965 merupakan episode yang sangat pahit bagi
PGRI. Dalam masa ini terjadi perpecahan dalam tubuh PGRI yang lebih hebat
dibandingkan dengan pada periode sebelumnya. Penyebab perpecahan itu bukan demi
kepentingan guruatau peropesi guru,melainkan karena ambisi politik dari luar
dengan dalih”machsovorming en machsaanwending”(pembentukan kekuatan dan panggunaan
kekuatan).
Ternyata goldfried termasuk salah seorang
penandatanganan “surat selebaran fitnah”,sehingga timbul protes dari siding
pleno, sehingga Goldfied akhirnya dikeluarkan dari panitia.
Pemecatan Massal Pejabat Departemen P&K (1964)
Pidato inangrasi Dr.Busono wiwoho pada rapat pertama Majelis
Pendidikan Nasional (Mapenas)dalam kependudukannya sebagai salah seorang wakil
ketua, menyarankan agar PancawarDhana diisi dengan moral “panca cinta”.sistem
pendidikan pancawardhana dilandasi dengan prinsip-prinsip:
1. Perkembangan cinta bangsa dan
cinta tanah air,moral nasional / internasional/ke agamaan ,
2. Perkembangan kecerdasan,
3. Perkembangan emosional –
artistrik atau rasa keharuan dan keindahan lahir batin
4. Perkembangan keprigelan atau
kekerajinan tangan dan,
5. Perkembangan jasmani.
Moral panca cinta meliputi:
1. Cinta nusa dan bangsa
2. Cinta ilmu pengetahuan
3. Cinta kerja dan rakyat yang
bekerja
4. Cinta perdmaian dn persahabatan
antar bangsa-bangsa
5. Cinta orang tua
6. PGRI Sejak Lahirnya Orba
Tugas Utama KAGI adalah
- Membersihkan dunia pendidikan Indonesia dari unsur PKI dan orde lama.
- menyatukan semua guru di dalam organisasi guru yaitu PGRI
- memperjuangkan agar PGRI menjadi organsasi guru yang tidak hanya bersifat unitaristik tetapi juga independen dan non partai politik.
Bukti keberasilan kekuatan orde baru dalam kongres ini terlihat dari hasil” kongres di bidang unsure atau politik atau PB PGRI masa bakti XI adapun hasil” kongres XI adalah
1. Menjunjung tinggi HAM
2. PGRI diwakili secara resmi dalam DPRGR atau MPRS
3. Frontnasional di bubarkan
4. PGRI ditegaskan kembali sebagai organisasi yang bersifat unitarian, independen dan non partai politik
5. DLL.
Selanjutnya, hasil XI PGRI di bidang
organisasi :
7. PGRI pada masa
Reformasi
Guru Era Reformasi Ditandai Dengan
Runtuhnya Rezim Orde Baru
Era reformasi ditandai dengan
runtuhnya sebuah rezim orde baru yang otoriter. Setelah orde baru tumbang maka
perubahan menjadi pilihan pembangunan bangsa. Era perubahan itulah yang dikenal
era reformasi. Perjuangan PGRI pada masa reformasi ini meliputi bidang
keorganisasian, kesejehteraan, ketenagakerjaan, perundang-undangan, reformasi
pendidikan nasional serta kemitraan nasional dan interbasional. Dalam upaya
memperbaiki dan meningkatkan pendidikan nasional, PB, PGRI ikut berperan serta
secara aktif dengan memberikan masukan pada pemerintah agar berbagai agenda
reformasi yang sedang dan akan dilaksanakan dapat terwujud dengan tepat
sasaran.
8. PGRI dan Guru Masa Kini
Membangun sekolah yang berkinerja
tinggi merupakan tantang nyata yang harus
dihadapi oleh semua
warga sekolah. Kepala
sekolah, guru, tenaga kependidikan, tenaga administrasi, komite sekolah, termasuk siswa
dituntut bahu membahu menjawab tantangan
tersebut. Sekolah tidak bisa
optimal berkinerja tanpa semua
pihak saling berkerja
sama serta saling
menunjang dalam semangat kebersamaan dan kesejawatan.
Menterjemahkan sekolah yang berkinerja tinggi selalu akan bersinggungan dengan
terjemahan sekolah efektif. Scheerens (1992) memandang sekolah efektif
dalam dua sisi,
yaitu dari sisi
sudut pandang ekonomi dan
teori organisasi.
Sekolah berkinerja tinggi adalah
sekolah yang mampu menghasilkan keluaran berupa:
a. Proses pembelajaran yang efektif
b. Siswa dan guru yang berprestasi tinggi baik akademik maupun non akademik
c. Tingkat kehadiran warga sekolah tinggi
d. Pelayanan akademik dan administratif yang optimal pada semua warga sekolah
e. Iklim dan budaya sekolah yang positif dan dinamis
f. Etos kerja warga sekolah yang tinggi
g. learning organization
h. Hubungan antar pribadi yang harmonis
i. Tata kelola sekolah yang baik
j. Permasalahan Guru
Saat
ini, setidaknya ada
7 (tujuh) masalah
pokok yang dihadapi
guru di Indonesia, yaitu :
1. Permasalahan distribusi guru (kesenjangan antara sebaran guru di daerah perkotaan dengan di daerah perdesaan).
2. Ketidaksesuaian (missmatch) bidang keilmuan dengan bidang kerja.
3. Kualifikasi pendidikan (Standar tenaga pendidik yang telah ditetapkan pemerintah masih belum bisa dicapai sepenuhnya).
4. Kompetensi dan karir guru.
5. Sertifikasi (Belum semua guru di Indonesia memiliki sertifikat guru).
6. Peningkatan keprofesian berkelanjutan (PKB) (Upaya pengembangan diri guru yang masih belum optimal).
7. Rekrutmen guru (Rendahnya kualitas calon guru dan sistem rekrutmen yang tidak efektif dan bermutu rendah ).
JATI DIRI PGRI
1. PENGERTIAN JATI DIRI
Jati diri PGRI yang tertera
dalam Bab lll pasal 3 PGRI, adalah organisasi profesi, perjuangan dan ketenaga
kerjaan,akan diganti menjadi PGRI organisasi profesi dengan tetap
merawat semangat perjuangan para pendiri PGRI untuk menegakan, mempertahankan
dan mengisi kemerdekaan NKRI serta menolong anggota nya yang mengalami
kesusahan berdasarkan semangat solidaritas dan kesetiakawanan organisasi.
Demikian gagasan dan konsep yang disampaikan
team pengkajian AD/ART PGRI tahun 2017.
Jatidiri pada hakekatnya adalah landasan filosofis
yang menjadi norma dalam pola pikir, sikap perbuatan dan tindakan yang bersifat
mengikat dan ditaati oleh para anggotanya. Jatidiri PGRI adalah perwujudan dari
sifat-sifat yang khas PGRI yang tampak dalam nilai-nilai, pola pikir, sikap
perbuatan, tindakan, perjuangan dan profesionalisasi yang di dasarkan pada
falsafah negara Pancasila dan UUD 1945, serta jiwa, Semangat dan Nilai-nilai
1945.
2. DASAR JATI DIRI PGRI
Bab lll pasal 3 PGRI
3. CIRI – CIRI JATI DIRI PGRI
Jati diri PGRI
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Nasionalisme
Agenda tabur bunga Dalam rangka HUT PGRI yang ke-74, di makan
pahlawan Palembang
Nasionalisme adalah kesadaran suatu warga Negara yang secara
profesional atau aktual bersama–sama mencapai, mempertahankan dan mengabdikan
identitas, intergritas kemakmuran dan kekuatan bangsa secara mandiri. Dalam hal
ini PGRI mengutamakan persatuan dan kesatuan sebagai modal dasar dengan memupuk
sikap dan sifat patriotisme sebagai jiwa dan semangat PGRI dalam melaksanakan
misinya. Indonesia yang merupakan Negara kepulauan dengan berbagai macam
suku bangsa, bahasa daerah, budaya dan dapat istiadat perlu mewujudkan persatuan
dan kesatuan. Sikap ini harus diawali dari kehidupan sehari –hari di rumah,
dalam pergaulan, di sekolah. Hal itu akan terwujud jika diantara kita saling
mengenal, memahami, saling menghormati dan saling menghargai.
Paham
demokrasi
Presiden
Joko Widodo membuka Kongres XXII PGRI ahun 2019
Demokrasi didasarkan bahwa semua manusia pada prinsip
kedaulatan rakyat yang mengandung pengertian bahwa semua manusia pada dasarnya
memiliki kebebasan dan hak serta kewajiban yang sama. Kesamaan hak dan
mengeluarkan pendapat telah dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti
gotong-royong, dalam organisasi masyarakat dan dalam organisasi sekolahan.
Setiap anggota PGRI mempunyai hak bicara (menyampaikan pendapat,
ide, gagasan, kritik atau masukan), hak suara (menyuarakan sesuatu dalam proses
pengambilan keputusan), hak memilih (menentukan atau menetapkan suatu pilihan
agar menjadi pengurus atau anggota), hak dipilih (mendapatkan kepercayaan,
kewenangan untuk menjadi pengurus atau anggota), hak membela diri, hak untuk
memperjuangkan peningkatan harkat dan martabatnya (setiap anggota diperlukan
dan diperlakukan sesuai dengan PGRI sehingga jati diri mereka diayomi dan tidak
boleh diperlakukan sebagai diskriminasi dan tidak sesuai dengan hukum), dan hak
untuk memperoleh pembelaan dan perlindungan hukum (dapat menyanggah, menolak
atau sebagainya untuk membela diri dan juga berhak untuk mendapat perlindungan
hukum), serta tata cara penggunaan dan pelaksanaan hak anggota diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.
Kemitraan
Kata “mitra” mempunyai arti teman, sahabat atau kawan kerja.
Menjalin kemitraan berarti menjalin persahabatan. Seseorang yang menjalin
persahabatan dengan orang lain diharapkan memperoleh kebahagiaan dan keuntungan
bagi kedua belah pihak. PGRI sebagai organisasi pejuang pendidik dan pendidik
pejuang selalu berusaha menjalin dan mengembangkan kemitraan dalam bentuk
kerjasama nasional maupun internasional. Kesemuanya itu dimaksudkan untuk
membela hak dan nasib pekerja pada umumnya dan guru pada khususnya.
Unitarisme
Pengertian “ unitarisme” mengandung arti suatu ajaran atau paham
yang menginginkan suatu bentuk kesatuan (misalnya Negara kesatuan). Sedang
pengertian ciri unitarisme dalam organisasi PGRI ialah semua guru dapat menjadi
anggota dengan tidak membedakan latar belakang, tingkat dan jenis kelamin,
status, asal-usul serta adat istiadat. Sikap dan perilaku yang unitaristik
ditandai dengan sikap yang toleran, sabar dan penuh pengertian. Sangat tidak
terpuji sebagai siswa lembaga PGRI, apabila disekolah ada berbagai kelompok
yang menonjolkan adanya perbedaan yang didasarkan pada agama, ras, suku
dan social ekonomi.
Profesionalisme
Kata “Profesionalisme” diturunkan dari kata “professional” yang
berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaan yang dilandasi
pendidikan seseorang dikatakan professional apabila ia telah mendapatkan
pendidikan dan kepandaian khusus untuk menjalankan pekerjaannya. Ciri
profesioanlisme artinya PGRI mengutamakan karya dan kemampuan profesionalisme.
PGRI mewajibkan siswa belajar sungguh – sungguh sesuai dengan bakat minat dan
cita – citanya, agar memperoleh suatu keahlian atau dalam mengerjakan sesuatu.
Kekeluargaan
Hubungan sosial dalam bentuk kekeluargaan sangat dikenal di
Indonesia. Sikap kekeluargaan ditunjukkan dalam sikap dan perilaku keseharian.
Sikap gotong – royong, ramah, tenggang rasa, saling membantu dan rasa senasib
dan sepenanggungan dapat dilihat dalam kehidupan didesa. Dalam kekeluargaan
akan tumbuh sikap saling asah, asuh, asih dan ajrih. Saling asah berarti saling
membantu dalam memperoleh pengetahuan, saling asih berkaitan dengan kasih
sayang sesama warga PGRI. Saling Asuh mempunyai makna saling mengingatkan
apabila ada kesalahan. Ajrih berarti sikap segan atau hormat, sikap takut
melanggar tata tertib atau peraturan, baik yang diatur oleh manusia maupun yang
diatur dalam agama.
Kemandirian
Organisasi PGRI memiliki ciri kemandirian, artinya bahwa dalam
melaksanakan sesuatu tidak sepenuhnya bergantung pada pihak lain, PGRI
bertumpu pada kepercayaan, kemampuan diri sendiri, tanpa ketertarikan dan
ketergantungan pada pihak lain. Dalam era globalisasi dengan pesatnya kemajuan
teknologi dan informasi sangat memerlukan kemandirian dan kerja sama
antar bangsa. Seseorang memiliki kemandirian apabila mempunyai kemampuan,
percaya diri serta keberanin untuk berbuat dan bertindak untuk mencapai
kemajuan. Kemandirian yang harus dimiliki siswa lembaga pendidikan PGRI, adalah
berrbekal pengadaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemampuan berinteraksi
dengan orang lain.
Non
Partai
Ciri non partai artinya bahwa PGRI tidak mempunyai
hubungan organisasi dengan sosial politik namapun sebagai organisasi. PGRI
tidak menganut suatu paham politik tertentu, tidak menjadi bagian dari partai
dari politik apapun dan tidak melakukan kegiatan-kegiatan politik praktik
seperti yang dilakukan oleh partai politik. Hakekat dan ciri non partai politik
adalah kemandirian yang berarti memiliki kemampuan diri. Di sekolah ciri non
partai ini harus dapat ditunjukkan dalam wawasan wiyata mandala. Arti kata “
wawasan” berarti pandangan, “ wiyata” berarti pengajaran. Jadi wawasan wiyata
mandala adalah suatu pandangan bahwa sekolah adalah lingkungan belajar
mengajar, yang terlepas dari pengaruh apapun yang dapat mengganggu proses
belajar mengajar tersebut. Kewajiban PGRI harus dapat menciptakan wawasan wiyata mandala di sekolah. Untuk menciptakannya,
harus menjaga pengaruh=pengaruh dari luar yang dapat mengganggu proses belajar
mengajar. Misalnya pengaruh untuk ikut serta berpolitik praktis.
Jiwa,
Semangat dan Nilai-nilai 1945
Jiwa, Semangat dan Nilai-nilai 1945 itu adalah upaya PGRI dalam
menegakkan dan melestarikan semangat perjuangan kemerdekaan 1945 sebagai jiwa
kejuangan bangsa kepada generasi penerus. Semangat para pejuang dan pendiri
bangsa selalu disertai dengan semangat rela berkorban, pantang mundur, dan pengabdian
kepada bangsa Indonesia tanpa pamrih. Rela berkorban bukan berarti mengorbankan
diri dengan sia -sia, tetapi berkorban dalam membela keadilan dan kebenaran.
Rela berkorban harus disertai keikhlasan dan kejujuran. Sikap pantang mundur
memberi makna tidak mudah putus asa. Warga PGRI harus terus belajar. Kegagalan
merupakan awal keberhasilan. Belajar dan bekerja merupakan motto lembaga
pendidikan PGRI. Sifat pengabdian kepada bangsa pernyataan sikap seluruh rakyat
sebagai bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Membela bangsa Indonesia
perlu ditumbuhkembangkan.
Kode Etik
Guru Indonesia
Adapun
isinya adalah sebagai berikut.
1. Guru
berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan
yang berpancasila.
2. Guru
memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan
kebutuhan anak didik masing-masing.
3. Guru
berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan
bimbingan dan pembinaan.
4. Guru
menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses
belajar mengajar.
5. Guru
memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk
membina peran serta dan tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6. Guru
secara pribadi dan secara bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan
martabat profesinya.
7. Guru
memelihara hubungan profesi semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan nasional.
8. Guru
secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi profesi guru
sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9. Guru
melaksanakan segala kebijakan pemerintah di bidang pendidikan.
UU 20/2003
(Sisdiknas) dan UU Guru dan Dosen
UU ini menjelaskan tentang pendidikan wajib yang beberapa prinsip, yakni pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa dengan satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan memiliki banyak makna. Selain itu dalam penyelenggaraan juga harus dalam suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran melalui mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
PGRI dan
Otonomi Daerah
Di era otonomi daerah, PGRI belum eksis penuh dan menyikapi
berbagai permasalahan dan tantangan sesuai dengan tuntutan otonomi daerah,
belum mampu menjadi pelopor, teladan dalam mengembangkan jiwa, semangat dan
nilai otonomi melalui kinerja organisasi serta melakukan adaptasi dalam aspek
struktur, kultur, subtansi dan sumber daya manusia
Pendidikan
Profesi Guru
Pendidikan
profesi guru merupakan upaya pemerintah untuk membentuk guru profesional di
bidangnya demi mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kehadiran PPG diharapkan
mampu memfasilitasi Bapak/Ibu Guru agar menjadi tenaga pendidik yang
berkompeten, memiliki penguasaan materi dan penyampaian yang baik, serta mampu
mengajak para peserta didik untuk menjadi individu yang berilmu dan berakhlak.
Program
pendidikan profesi guru adalah program yang ditujukan bagi Bapak/Ibu Guru yang
bergelar S1/D-IV. Kabar baiknya, peserta PPG tidak harus dari tenaga
kependidikan atau bergelar S.Pd. Bagi Bapak/Ibu yang latar belakangnya bukan
kependidikan, ternyata bisa mengikuti program ini. Gelar guru profesional yang
diperoleh dari program ini akan ditunjukkan dalam bentuk sertifikat pendidik
(serdik).
DAFTAR PUSTAKA
https://pgri-kabsampang.org/fungsi-dan-kewenangan-pgri/
https://www.republika.co.id/berita/pis7w9282/sejarah-berdirinya-pgri
https://www.quipper.com/id/blog/info-guru/pgri/
http://pgri.or.id/susunan-personalia-pengurus-besar-pgri/
http://pgri.or.id/wp-content/uploads/2020/12/ADART.pdf
https://www.kompasiana.com/pewibowo_news/552a617ef17e61ac7ed623f1/pgri-dan-sejarah-perjuangan-guru
http://fairuzelsaid.upy.ac.id/ke-pgri-an/jati-diri-pgri/
https://www.quipper.com/id/blog/info-guru/kode-etik-guru/
http://fairuzelsaid.upy.ac.id/ke-pgri-an/sejarah-pgri/
https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-20-2003-sistem-pendidikan-nasional
0 komentar:
Posting Komentar